Jl. Kutilang 9/11 Perum GKA, Gresik-Jawa timur Telp.031-3957653, 08113514057

Kapur Sirih


Kami hadir untuk membantu para pengusaha memahami Pajak dan akuntansi untuk meningkatkan kinerja usahanya dan kesejahteraan pekerja dimasa datang. Disitus ini, kami akan coba memberikan informasi tentang pajak dan akuntansi yang bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan anda dan kami juga melayani konsultasi gratis lewat chatting maupun email ke talk.joko@gmail.com.

Bagi anda yang terlalu sibuk mengurusi bisnis, anda juga dapat menyerahkan pekerjaan-pekerjaan di bidang pajak dan akuntansi kepada kami dengan harga yang terjangkau (sesusai kemampuan perusahaan anda). Pada prinsipnya kami hadir untuk saling membantu dan berbagi pengetahuan.

Chat With Me

Kolom Pajak


Orang Pribadi Yang Tidak Memiliki NPWP Wajib Bayar Fiskal Luar Negeri

Mulai 1 Januari 2009 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar Fiskal Luar Negeri (FLN) dan ketentuan ini berlaku sampai tanggal 31 Desember 2010.
Tarif FLN dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) adalah sebesar Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara dan Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) dengan menggunakan angkutan laut. Pembayaran FLN tersebut merupakan merupakan pembayaran angsuran pajak penghasilan (PPh) yang dapat di kreditkan terhadap PPh yang terutang pada akhir tahun oleh WP OP yang bersangkutan setelah memiliki NPWP.
Pengecualian dari kewajiban membayar FLN bagi WP OP yang bertolak ke luar negeri dilakukan secara otomatis untuk WP OP tertentu dan dengan cara menerbitkan Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN)
Yang bebas otomatis adalah :
  1. WP OP yang berusia kurang dari 21 tahun
  2. Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan
  3. Pejabat Perwakilan Diplomatik
  4. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional
  5. WNI yang memiliki dokumen resmi penduduk Negara lain (termasuk pelajar/mahasiswa yang belajar di luar negeri dengan menunjukan kartu identitas. Misalnya student card)
  6. Jemaah Haji
  7. Pelintas batas jalan darat
  8. Tenaga kerja Indonesia dengan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN)

Yang bebas dengan SKBFLN adalah :

  1. Mahasiswa asing dengan rekomendasi Perguruan Tinggi
  2. Orang asing yang melakukan penelitian
  3. Tenaga kerja asing di Pulau Batam, Bintan dan Karimun
  4. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke kuar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk seorang pendamping
  5. Anggota misi kesenian, kebudayaan, olah raga dan keagamaan
  6. Program pertukaran Mahasiswa atau pelajar
  7. Tenaga kerja Indonesia selain dengan KTKLN

(Sumber : Siaran Pers Departemen Keuangan RI Direktorat Jendral Pajak, tanggal 23 Desember 2008)

Metode Gross Up PPh 21 Tahun 2008

Rumus Gross Up Sesuai Lapisan untuk perhitungan PPh 21:

Lapisan Ke - 1 :

PKP x 5%
----------------
0.95

Lapisan Ke - 2 :

(PKP x 10%) - Rp. 1.250.000
----------------------------------------
0.90

Lapisan Ke - 3 :

(PKP x 15%) - Rp. 3.750.000
-----------------------------------------
0.85

Lapisan Ke - 4 :

(PKP x 25%) - Rp. 13.750.000
------------------------------
0.75

Lapisan Ke - 5 :

(PKP x 35 %) - Rp. 33.750.000
--------------------------------
0.65

Sangsi

Sangsi yang Berhubungan dengan NPWP dan Pengukuan PKP

  1. Kesengajaan
    Sesuai pasal 39 ayat (1) UU KUP, setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuan PKP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
    Pidana sebagaimana dimaksud diatas ditambah 1(satu) kali menjadi 2 (dua) kali sangsi pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

  2. Percobaan
    Sesuai pasal 39 ayat 3 UU KUP setiap orang, yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengkuan PKP dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau pengkreditan yang dilakukan.

Lampiran Pengurusan NPWP

Lampiran-lampiran yang dipersyaratkan untuk pengurusan NPWP
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
    Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau Fotokopi paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (bentuk formulir sebagaimana dalam angka VII lapiran PER-160/PJ/2007).

  2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
    Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau Fotokopi paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (bentuk formulir sebagaimana dalam angka VII lapiran PER-160/PJ/2007).
    Surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari Wajib Pajak (bentuk formulir sebagaimana dalam angka VI lampiran PER-160/PJ/2007)

  3. Wajib pajak Badan
    Fotokopi akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap
    Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau Fotokopi paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (bentuk formulir sebagaimana dalam angka VII lapiran PER-160/PJ/2007), dari salah seorang pengurus aktif
    Surat pernyataan tempat tinggal usaha dari salah seorang pengurus aktif (bentuk formulir sebagaimana angka VI lapiran PER-160/PJ/2007)

  4. Bendaharawan sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong
    Fotokopi suran penunjukan sebagai bendaharawan, Fotokopi KTP bendaharawan

  5. Joint Operation sebagai wajib pajak Pemungut/Pemotong
    Fotokopi perjanjian kerja sebagai Joint Operation
    Fotocopy NPWP masing-masing anggota Joint Operation
    Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau Fotokopi paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (bentuk formulir sebagaimana dalam angka VII lapiran PER-160/PJ/2007), dari salah seorang pengurus Joint peration

Bagaimana menafsirkan peraturan pajak ?

Sudah disadari bahwa menafsirkan undang-undang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana, termasuk peraturan perpajakan. Sering adanya perbedaan interpretasi peraturan antara WP dengan petugas pajak dapat menghambat proses restitusi dan berpotensi merugikan WP maupun Negara. Kompleksitas peraturan perpajakan yang ada, baik dari segi kalkulasi maupun ketepatan interpretasi atas pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada, sering memunculkan banyak argument yang berbeda.
Untuk itu, dirjen pajak acapkali menerbitkan surat edaran atau petunjuk pelaksanaan. Diharapkan dengan bahasa yang jelas dan tegas, setiap KPP dan wajib pajak mempunyai persepsi yang sama dalam menjabarkan peraturan perpajakan dari tingkat undang-undang sampai dengan keputusan/peraturan dirjen pajak. Meskipun demikian, tidak selamanya bahasa yang jelas dan tegas dalam setiap surat edaran bisa memuaskan wajib pajak.

Rechtmatigheid & Doelmatigheid

Di dalam buku dunia hokum dikenal metode interpretasi, yaitu (1) metode intepretasi yang bertumpu pada teks peraturan atau legalitas hokum (rechtmatigheid) dan (2) metode interpretasi yang bertumpu pada tujuan dan asas kemanfaatan (doelmatigheid)
Prinsip ‘rechtmatigheid’ itu harus diterapkan secara berimbang dengan prinsip ‘doelmatigheid’. Setiap aturan hokum mengandung didalam dirinya tujuan yang hendak dicapai yang di idealkan memberi manfaat (asas kemanfaatan) bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Nilai tujuan atau manfaat ini tidak boleh terganggu atau diabaikan begitu saja hanya karena soal cara dan prosedur yang bersifat teknis. Namun, sebaliknya, tujuan juga tidak boleh menghalalkan segala cara (the end may not justify the means). Karena itu, penting sekali menentukan titik keseimbangan di antara keduanya.

Keadilan pajak dalam Rechtmatigheid & Doelmatigheid
Sudah sangat jelas bahwa dimasa transisi ini, sistem hukum perpajakan di Indonesia sedang mengalami penataan kembali. Dengan sendirinya, banyak sekali terdapat kekurangan disana sini sehingga prinsip ‘rechtmatigheid’ tidak dapat sepenuhnya diandalkan atau dijadikan andalam dalam mewujudkan keadilan pajak. Karena itu, demi keseimbangan antara asas kemanfaatan dan asas legalitas, para pelaku dibidang perpajakan, baik aparat pajak maupun wajib pajak, sudah seharusnya mengutamakan pinsip ‘doelmatigheid’ dulu sebagai prioritas pertama, sambil tetap berusaha menerapkan prinsip ‘rechtmatigheid’ berdasarkan asas legalitas. Dengan demikian, petugas pajak tidak hanya menjadi mulut undang-undang perpajakan dalam arti formal, tetapi lebih jauh lagi merupakan mulut, tangan, mata dan telinga serta sekaligus pencium rasa keadilan pajak dalam arti yang lebih sejati.