tag:blogger.com,1999:blog-81424659819234181082024-03-14T01:42:59.516-07:00PUSAT LAYANAN & KONSULTASI PAJAKJl. Kutilang 9/11 Perum GKA, Gresik-Jawa timur
Telp.031-3957653, 08113514057Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.comBlogger40125tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-14917905576318605192014-05-14T01:13:00.001-07:002014-05-14T01:13:52.865-07:00Dirjen Pajak Naikkan Batas Omzet UKM Kena PajakDirektorat Jenderal Pajak (DJP) menaikkan
batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP) atau menjadi wajib PPN menjadi Rp4,8 miliar per tahun
dari sebelumnya Rp600 juta per tahun. <br /><br />Perubahan ini tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 197/PMK.03/2013 yang
ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku efektif sejak 1
Januari 2014.<br /><br />Sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3A
UU PPN, pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. <br /><br />"Dengan
adanya PMK ini, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp4,8
miliar setahun dan memilih menjadi non-PKP, tidak diwajibkan menjadi PKP
dan menjalankan kewajiban perpajakan yang melekat," kata Kepala Seksi
Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi dalam keterangan
tertulisnya, Jakarta, Jumat (3/1/2013).<br /><br />Chandra menambahkan,
Peraturan Menteri Keuangan ini diterbitkan dengan maksud untuk mendorong
Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun lebih
banyak berpartisipasi menggunakan Skema Pajak Penghasilan (PPh) Final
menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang telah
berjalan sejak Juli 2013 lalu karena tidak khawatir lagi dengan efek
perpajakan PPN-nya.<br /><br />Dengan naiknya batasan omzet ini, maka bagi
PKP dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dan memilih untuk menjadi
non-PKP, tidak diwajibkan lagi untuk membuat Faktur Pajak dan tidak
perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN sehingga biaya
kepatuhan perpajakan (cost of compliance) menjadi lebih rendah.<br /><br />Kendati
demikian, secara umum, dengan adanya aturan ini akan memudahkan Wajib
Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. "Dengan adanya
kemudahan ini ditambah kemudahan lain yang telah ada, maka Wajib Pajak
akan menjadi lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya."<br />
<br />
Sumber : http://economy.okezone.comKonsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-68016967146988371162014-02-25T18:34:00.000-08:002014-02-25T18:42:03.173-08:00Sumbangan yang bisa mengurangi Pajak<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;">PP Nomor 60 Tahun 2010</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Pasal 1 </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>(1) Zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi: a. zakat
atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama
Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk
agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah; atau b.sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam,
yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Zakat atau sumbangan keagamaan</b> dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto. Dengan kata lain, sebelum penghasilan dikenakan PTKP
maka bisa dikurangi dengan <b>zakat atau sumbangan keagamaan</b>
terlebih dahulu, jadi nanti yang dikenakan tarif pajakpun ikut turun jumlahnya.
Jika bingung silahkan lihat SPT Tahunan PPh OP 1770/1770S di halaman induk/depan
berikut ini :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://i0.wp.com/amsyong.com/wp-content/uploads/2013/07/Induk-17701.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Induk 1770" class="aligncenter size-full wp-image-117" src="http://i0.wp.com/amsyong.com/wp-content/uploads/2013/07/Induk-17701.png?resize=720%2C179" data-recalc-dims="1" height="156" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari hitungan di atas jelaslah, bahwa zakat bisa mengurangi penghasilan kena
pajak sebelum dikalikan dengan tarif pajak penghasilan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekarang bagaimana kalau
ada diantara pembaca yang sangat dermawan sehingga berulang kali menyumbang
hartanya ke lembaga yang hampir mencapai 25% dari total hartanya, apakah semua
sumbangan bisa diakui sebagai pengurang penghasilan? Jawabannya adalah hanya
2.5% dari keseluruhan bruto. Misalkan pembaca menyumbang Rp.10.000.000 dan ada
bukti dokumennya semua, tetapi hanya boleh dimasukkan 2.5% nya saja dari nilai
tersebut atau hanya Rp.2.500.000 sebagai isian di SPT.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian pertanyaan berikutnya, apakah semua jenis sumbangan agama bisa
dikurangkan di SPT? jawabannya adalah tidak, di UU Nomor 17 Tahun 2000, untuk
Indonesia sumbangan keagamaan yang diakui sebagai pengurang hanyalah zakat
penghasilan (di islam dikenal sebagai zakat maal yang memang besarnya 2.5% dari
harta).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertanyaan terakhir, dimana bisa membayar zakat penghasilan/sumbangan
agar bisa diakui dalam SPT? Pembaca bisa lihat di PER-33/PJ/2011 yang mengatur
lebih lanjut bahwa zakat atau sumbangan hanya bisa mengurangi penghasilan bruto
bila dibayarkan melalui lembaga/badan berikut yang telah disahkan pemerintah
melalui Menteri Keuangan, diantaranya :</div>
<ol>
<li>Badan Amil Zakat Nasional</li>
<li>LAZ Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia</li>
<li>LAZ Dompet Dhuafa
Republika</li>
<li>LAZ Yayasan Baitul Maal Bank
Rakyat Indonesia</li>
<li>LAZ Yayasan Amanah
Takaful</li>
<li>LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil</li>
<li>LAZ Pos Keadilan Peduli Umat</li>
<li>LAZ Baituzzakah
Pertamina</li>
<li>LAZ Yayasan Baitulmaal
Muamalat</li>
<li>LAZ Dompet
Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)</li>
<li>LAZ Yayasan Dana Sosial Al
Falah</li>
<li>LAZ Yayasan Rumah Zakat
Indonesia</li>
<li>LAZ Baitul Maal Hidayatullah</li>
<li>LAZIS Muhammadiyah</li>
<li>LAZ Persatuan Islam</li>
<li>LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS
NU)</li>
<li>LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam
PT Bank Negara Indonesia</li>
<li>LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia (LAZIS IPHI)</li>
<li>LAZ Yayasan Bangun
Sejahtera Mitra Umat</li>
<li>Lembaga Sumbangan Agama
Kristen Indonesia (LEMSAKTI)</li>
</ol>
Dikutip dari : http://amsyong.com/2013/07/ibadah-yang-bisa-mengurangi-pajak/#Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-66825560318506288202013-08-28T00:03:00.001-07:002013-08-28T00:06:00.905-07:00Faktur Pajak 2013 dengan Sistem Penomoran Baru Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Output Pajak Keluaran dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diperbarui melalui PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 yang akan berlaku khususnya hari ini pada tanggal 01 April 2013.<br />
<br />
Direktorat Jenderal Pajak memandang bahwa pembuatan faktur pajak harus dikontrol karena faktur pajak merupakan cara untuk membantu pendapatan Negara sehingga perannya sangat strategis. Penyempurnaan system dilakukan untuk menghindari terjadinya penyalah gunaan pembuatan Faktur Pajak.<br />
<br />
Poin yang harus dilakukan oleh para Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berhak untuk menerbitkan faktur pajak adalah mengikuti Program Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP), untuk meningkatkan kerapihan administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Per Dirjen) PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 yang memuat hal Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang akan berlaku efektif untuk penerbitan Faktur Pajak mulai tanggal 01 April 2013.<br />
<br />
Poin yang harus diperhatikan dalam PER-24/PJ/2012 ini adalah :<br />
<br />
1. Penomoran Faktur Pajak tidak dilakukan oleh PKP, melainkan dikendalikan oleh Dirjen Pajak melalui jatah pemberian nomor seri Faktur Pajak (FP) dengan bentuk dan tata caranya.<br />
<br />
2. Dalam hal Nomor Seri Faktur Pajak, PKP harus mengajukan permohonan kode aktifasi & password secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Setelah hal itu dilakukan, maka surat pemberitahuan kode aktifasi akan dikirimkan melalui pos ke alamat PKP, sedangkan password tersebut akan dikirimkan lewat e-mail.<br />
<br />
3. Setelah menerima kode aktifasi & password, PKP selanjutnya meminta nomor seri Faktur Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar untuk kebutuhan perkiraan transaksi PKP selama 3 (tiga) bulan. Selanjutnya, PKP akan mendapatkan surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak untuk digunakan dalam penomoran Faktur Pajak.<br />
<br />
4. Pastikan bahwa alamat terdaftar PKP adalah alamat yang sesuai dengan kondisi nyata dari PKP yang bersangkutan. Hal itu agar pada pengiriman surat pemberitahuan kode aktifasi dapat diterima oleh PKP. Bila ada perbedaan, seyogyanya PKP perlu melakukan update informasi terkait.<br />
<br />
5. PKP perlu mempersiapkan alamat e-mail untuk keperluan receipt pemberitahuan kode aktifasi, surat pemberitahuan penolakan kode aktifasi yang kembali dan tentunya untuk penerimaan password bilamana semua persyaratan telah dipenuhi. <br />
<br />
Ketentuan baru yang diatur adalah :<br />
<br />
1. Kode & nomor seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu : 2 (dua) digit kode transaksi, 1 (satu) digit kode status, dan 13 (tiga belas) digit nomor seri Faktur Pajak.<br />
<br />
2. Nomor seri Faktur Pajak diberikan oleh Dirjen Pajak melalui permohonan dengan kunci pengaman berupa kode aktifasi dan password.<br />
<br />
3. Identitas Penjual & Pembeli, terutama alamat harus diisi dengan alamat sesungguhnya.<br />
<br />
4. Jenis Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa kena Pajak (JKP) harus diisi dengan keterangan sesungguhnya.<br />
<br />
5. Setiap PKP, Pejabat, anggota dewan pengurus, serta pegawai penanda tangan Faktur Pajak bersangkutan, wajib melampirkan fotokopi kartu identitas yang sah dan legal.<br />
<br />
6. PKP yang tidak menggunakan nomor seri Faktur Pajak system baru dari Dirjen Pajak / menggunakan nomor seri Faktur Pajak ganda akan menyebabkan Faktur Pajak tidak lengkap.<br />
<br />
7. Faktur Pajak tidak lengkap menyebabkan Pajak Masukan pada PKP pembeli tidak dapat dikreditkan, selain itu PKP Penjual dikenakan sanksi sesuai dengan Ketentuan Perpajakkan yang berlaku.<br />
<br />
Untuk langkah tahapan rute dan logic yang harus kita lakukan agar rekan sekalian sebagai PKP yang terdaftar tidak terkena sanksi dan masalah denda di belakang hari dapat dilihat jelasnya sesuai dengan edaran dari Dirjen Pajak tentang Aturan Baru Tata Cara Penomoran Faktur Pajak, PENG-04/PJ.09/2013 yang diedarkan per 28 Mei 2013. Salam sukses selalu!<br />
<br />
Sumber : http://solusibijak.com/faktur-pajak-2013<br />
<br />Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-66873157564620330022012-06-27T20:07:00.001-07:002012-06-27T20:07:02.880-07:00Batas Waktu Pembetulan SPT Badan<div style="text-align: justify;">
Untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, pembetulan SPT dapat dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, atau wakil, atau kuasa, atau pegawai, atau diterima oleh anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun jangka waktu dua tahun telah berakhir dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada Wajib Pajak baik yang telah maupun yang belum membetulkan SPT masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang dapat berupa Surat Pemberitahuan Tahunan atau Surat Pemberitahuan Masa untuk tahun-tahun atau masa-masa sebelumnya. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut terbatas pada hal-hal sebagai berikut: </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. jumlah harta menjadi lebih besar; atau</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
d. jumlah modal menjadi lebih besar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kekurangan pembayaran pajak dalam kasus ini harus dilunasi ditambah dengan denda kenaikan 50% sebelum laporan tersendiri disampaikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemetulan melebihi batas waktu dua tahun juga dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak menerima keputusan keberatan atau putusan banding tahun-tahun sebelumnya yang menyebabkan adanya kompensasi kerugian yang berbeda dengan yang sudah dilaporkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk tahun pajak 2008 dan sesudahnya, batas waktu dua tahun dihilangkan sehingga Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun demikian, untuk SPT pembetulan yang menyatakan rugi atau lebih bayar, jangka waktunya dibatasi yaitu paling lambat dua tahuh sebelum daluarsa penetapan. Daluarsa penetapan sendiri adalah lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Dengan kata lain, batas waktu penyampaian SPT Pembetulan rugi atau lebih bayar paling lambat adalah sekitar tiga tahun sejak berakhirnya masa pajak atau tahun pajak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan tetapi belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada Wajib Pajak baik yang telah maupun yang belum membetulkan Surat Pemberitahuan masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang dapat berupa Surat Pemberitahuan Tahunan atau Surat Pemberitahuan Masa untuk tahun atau masa yang diperiksa. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan dalam laporan tersendiri dan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang. Namun, untuk membuktikan kebenaran laporan Wajib Pajak tersebut, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kekurangan pembayaran pajak dalam kasus ini harus dilunasi ditambah dengan denda kenaikan 50% sebelum laporan tersendiri disampaikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Sanksi Bunga Atas Pembetulan</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: blue;">Sumber : http://dudiwahyudi.com</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-32980316714245532082012-02-28T19:53:00.000-08:002012-02-28T19:55:04.246-08:00PPh Pasal 25 Wajib Pajak Baru<!--[if gte mso 9]><xml><w:worddocument><w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel><w:displayhorizontaldrawinggridevery>0</w:DisplayHorizontalDrawingGridEvery><w:displayverticaldrawinggridevery>2</w:DisplayVerticalDrawingGridEvery><w:documentkind>DocumentNotSpecified</w:DocumentKind><w:drawinggridverticalspacing>7.8</w:DrawingGridVerticalSpacing><w:view>Normal</w:View><w:compatibility></w:Compatibility><w:zoom>0</w:Zoom></w:WordDocument></xml><![endif]--><div class="Section0" style="layout-grid:14.3500pt; "><p class="p0" style="margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">Berikut artikel yang menurutku penting dan aku lihat masih sesuai diterapkan walaupun sekarang telah terbit Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.</span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><br /><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify; font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">Selamat membaca.................................</span></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><br /><span style="font-size:130%;"><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">PT “X” berdiri dan memulai usaha sebagai jasa konsultasi pada bulan Oktober 2006. Pada bulan Oktober 2006 ini tentu saja tidak ada kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 karena pembayaran PPh Pasal 25 bulan Oktober 2006 dibayar pada bulan Nopember 2006. </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Berikut penghasilan kena pajak yang dibukukan PT “X” setiap bulan : Oktober 2006 sebesar Rp.1.000.000, Nopember 2006 Rp. 1.500.000, dan Desember 2006 sebesar Rp.2.500.000,- </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Penghitungan PPh Pasal 25 bulan Oktober 2006 sebagai berikut: ((Rp.1.000.000,- x 12) x 10%) / 12 = Rp.100.000,-</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "><br /></span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Penghitungan PPh Pasal 25 Nopember 2006 sebagai berikut: ((Rp.1.500.000,- x 12) x 10%) / 12 = Rp.150.000,-</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "><br /></span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Penghitungan PPh Pasal 25 Desember 2006 sebagai berikut: ((Rp.2.500.000,- x 12) x 10%) / 12 = Rp.250.000,-</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Penghitungan PPh Pasal 25 tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK.04/2000. </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Rumusannya diatur di Pasal 2 ayat (1), “</span><span class="15" style="mso-spacerun:'yes'; font-style:italic; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">.”</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "> </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Penghasilan neto yang dikalikan dengan tarif umum adalah penghasilan neto menurut pembukuan “setiap bulan” berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf a </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">(</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-weight:bold; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK.04/2000</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">)</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">.</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Dengan pembayaran PPh Pasal 25 seperti diatas, maka SPT Tahunan tahun 2006 akan menjadi SPT Nihil. Perhitungannya sebagai berikut:</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "><br /></span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Penghasilan kena pajak selama 3 bulan sebesar Rp. 5.000.000,- dikalikan tarif umum 10%, maka PPh terutang Rp.500.000,- Perhitungan PPh terutang ini sama persis dengan kredit pajak PPh Pasal 25 diatas.</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Besarnya PPh Pasal 25 bulan Januari 2007 sampai dengan Maret 2007 sama dengan pembayaran PPh Pasal 25 bulan Desember 2006 yaitu sebesar Rp.250.000,- </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Hal ini berdasarkan Pasal 25 ayat (2) UU PPh 1984, “</span><span class="15" style="mso-spacerun:'yes'; font-style:italic; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">.” </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">'</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Kemudian, berdasarkan PPh terutang tahun pajak 2006, PPh Pasal 25 tahun berjalan sebesar Rp.41.667,- yaitu PPh terutang tahun pajak 2006 sebesar Rp.500.000,- dibagi 12 (dua belas). Hal ini sesuai dengan rumusan di Pasal 25 ayat (1) UU PPh 1984.</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">PPh Pasal 25 sebesar Rp.41.667,- adalah PPh Pasal 25 untuk bulan April 2007 dan seterusnya. Penurunan PPh Pasal 25 tersebut adalah konsekuensi dari Pasal 25 ayat (1) UU PPh 1984, yaitu “menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu” padahal SPT tahun lalu itu hanya 3 (bulan) bulan. Berbeda dengan rumusan PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru, yaitu “disetahunkan”. SPT Tahunan menghitung pajak yang benar-benar diperoleh (sebenarnya). </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">Sedangkan penghitungan PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru menghitung pajak dengan “norma” atau “</span><span class="17" style="mso-spacerun:'yes'; font-weight:bold; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">deem</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">”. Disebut norma karena penghasilan kena pajak yang jadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak yang disetahunkan, bukan yang benar-benar terjadi</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">.</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "> </span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p><p class="p0" style="margin-bottom:0pt; margin-top:0pt; text-align:justify; "><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">(Sumber : </span><span><a href="http://radenagussuparman.wordpress.com/author/radensuparman/"><span class="16" style="mso-spacerun:'yes'; color:rgb(0,0,255); text-decoration:underline ;font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">radensuparman</span></a></span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; ">)</span><span style="mso-spacerun:'yes'; font-size:12.0000pt; font-family:'Times New Roman'; "></span></p></div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-35953482380390629482011-10-04T19:17:00.000-07:002011-10-04T19:18:18.471-07:00PPN PENGUSAHA SPBU<div style="text-align: center;">SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK<br />NOMOR SE - 10/PJ.51/1993<br /><br />TENTANG<br /><br />PENGENAAN PPN ATAS BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)<br /><br />DIREKTUR JENDERAL PAJAK,<br /></div> <p align="justify">Sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1993 dan adanya pertanyaan-pertanyaan mengenai pengenaan PPN atas Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut :</p> <ol><li>Dengan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1993 tersebut telah diatur harga Bahan Bakar Minyak sebagai berikut :</li><table class="verdana85pt" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" width="250"> <tbody> <tr> <td align="center">No</td> <td align="center"> Jenis BBM</td> <td align="center">Harga<br />( Rp) </td> </tr> <tr> <td> <p align="center">1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.</p> </td> <td>Avigas<br />Avtur<br />Premium<br />Minyak Tanah<br />Solar<br />Minyak Diesel<br />Minyak Bakar</td> <td> <p align="center">420<br />420<br />700<br />280<br />380<br />360<br />240</p> </td> </tr> </tbody> </table><li> <p align="justify">Sesuai dengan Pasal 14 <a href="http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=87">Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985</a>, apabila dalam harga jual telah ditetapkan PPN menjadi bagian dari harga jual, maka PPN yang terutang dihitung 10/110 dari harga jual tersebut. Oleh karena harga BBM yang telah ditentukan dalam Keputusan Presiden tersebut merupakan harga jual kepada konsumen akhir, maka PPN sudah termasuk dalam harga jual tersebut Dengan demikian PPN dihitung 10/110 X harga jual.</p> </li><li> <p align="justify">Khusus mengenai minyak tanah, berdasarkan harga yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1993, Menteri Dalam Negeri akan menentukan Harga Eceran Tertinggi Minyak Tanah sehingga seharusnya DPP PPN tidak dihitung berdasarkan harga yang ditentukan dalam Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1993 tersebut tetapi berdasarkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri. Namun demikian untuk sementara waktu sampai ada penegasan lebih lanjut, PPN hanya dikenakan sampai pada harga penyerahan oleh PERTAMINA.</p> </li><li> <p align="justify">Mengingat harga yang sudah ditetapkan tersebut sudah termasuk PPN sampai pada tingkat konsumen akhir dan PPN yang terutang sudah dikenakan pada saat penyerahan dari PERTAMINA, maka bagi pengusaha lain selain PERTAMINA tidak perlu mengenakan PPN lagi atas produk-produk tersebut dan bagi pengusaha yang dalam kegiatannya hanya semata-mata menyerahkan produk BBM seperti tersebut diatas, selain PERTAMINA tidak perlu dikukuhkan menjadi PKP. Sedangkan bagi pengusaha yang dalam usahanya selain menyerahkan BBM sebagaimana tersebut di atas juga menyerahkan BKP/JKP lainnya tetap harus dikukuhkan menjadi PKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.<br />PPN yang terutang atas penyerahan BBM per liter adalah sebagai berikut : </p><table class="verdana85pt" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" width="450"> <tbody> <tr> <td colspan="5"> <p align="center">PPN PER LITER BBM</p> </td> </tr> <tr> <td align="center">No</td> <td align="center">Jenis BBM</td> <td align="center">Harga<br />Termasuk<br />PPN<br />Rp </td> <td align="center">PPN<br />Rp </td> <td align="center">Harga<br />Tidak<br />Termasuk<br />PPN<br />Rp </td> </tr> <tr> <td> <p align="center">1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.</p> </td> <td>Avigas<br />Avtur<br />Premium<br />Minyak Tanah<br />Solar<br />Minyak Diesel<br />Minyak Bakar</td> <td align="center">420<br />420<br />700<br />280<br />380<br />360<br />240</td> <td align="center">38,18<br />38,18<br />63,64<br />25,45<br />34,55<br />32,73<br />21,82</td> <td align="center">381,82<br />381,82<br />636,36<br />254,55<br />345,45<br />327,27<br />218,18</td> </tr> </tbody> </table> </li></ol> <p>Demikian untuk diketahui, dan disebarluaskan di wilayah Saudara serta dilaksanakan sebagaimana mestinya.</p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-50261869842539607312011-07-26T21:40:00.000-07:002011-07-26T21:54:15.302-07:00PPN Jasa Angkutan Umum<p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; LAYOUT-GRID: 14.35pt none; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >16 November 2010</span></p><br /><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; LAYOUT-GRID: 14.35pt none; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >NOMOR SE - 119/PJ/2010</span></p><br /><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; LAYOUT-GRID: 14.35pt none; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >TENTANG</span></p><br /><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; LAYOUT-GRID: 14.35pt none; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UMUM DI JALAN </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >DIREKTUR JENDERAL PAJAK,</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; LAYOUT-GRID: 14.35pt none; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkutan</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >umum di jalan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span><span style="font-family:'Times New Roman';"> berikut :</span><br /></p><br /><div style="LAYOUT-GRID: 14.35pt none" class="Section0" align="justify"><br /><ol><br /><li><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bahwa jenis jasa yang</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa angkutan umum</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan</span><span style="font-family:'Times New Roman';"> dari jasa angkutan udara luar negeri.</span></li><br /><li><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, bahwa</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > yang dimaksud dengan Kendaraan Angkutan Umum adalah kendaraan motor yang dipergunakan untuk</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan</span><span style="font-family:'Times New Roman';"> dasar kuning dan tulisan hitam.</span></li><br /><li><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan butir 2, dengan ini ditegaskan bahwa</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > penyerahan jasa Angkutan Umum dijalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum tidak</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > dikenai Pajak Pertambahan Nilai sepanjang menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, termasuk penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan</span><span style="font-family:'Times New Roman';"> dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum yang bersifat charter atau sewa.</span></li></ol></div><br /><p align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" > masing-masing.</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span><br /><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><p align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Ditetapkan di Jakarta</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >pada tanggal 16 November 2010</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Direktur Jenderal,</span><br /><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >ttd.</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Mochamad Tjiptardjo</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="font-family:'Times New Roman';">NIP 195104281975121002</span></p><br /><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Tembusan :</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ><br /></span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >Surat Edaran Dirjen Pajak </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >SE - 119/PJ/2010 </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></span></p><br /><p style="TEXT-ALIGN: justify; MARGIN-TOP: 0pt; MARGIN-BOTTOM: 0pt" class="p0" align="justify"><span style="FONT-WEIGHT: bold">Tahun: </span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" >2010</span><span style="mso-spacerun: 'yes';font-family:'Times New Roman';" ></p></span>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-49518649091774060602010-08-06T01:51:00.000-07:002010-08-06T01:56:02.261-07:00REVISI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN<div align="justify">Berikut beberapa PSAK yang telah dirivisi, disesuaikan dengan IFRS yang harus diterapkan mulai tahun 2010 dan tahun 2011. </div><ul><li><div align="justify">PSAK No. 50 (Revisi 2006), mengenai “Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan”.<br />Standar ini digunakan untuk klasifikasi atas instrumen keuangan dari prospektif penerbitnya, dalam aset keuangan, kewajiban keuangan dan instrumen ekuitas; pengklasifikasian yang terkait dengan suku bunga, dividen, kerugian dan keuntungan; dan keadaan dimana aset keuangan dan kewajiban keuangan akan saling hapus. PSAK No. 50 (Revisi 2006) melengkapi ketentuan pengakuan dan pengukuran asset keuangan dan kewajiban keuangan yang diatur pada PSAK No. 55 (Revisi 2006). DSAK menunda pemberlakuan PSAK No. 50 (Revisi 2006) hingga 1 Januari 2010. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 55 (Revisi 2006), mengenai “Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran”.<br />PSAK No. 55 (Revisi 2006) memberikan pedoman pengakuan, pengukuran, dan penghentian pengakuan aset keuangan dan kewajiban keuangan termasuk instrumen derivatif. Standar tersebut juga memberikan pedoman pengakuan dan pengukuran kontrak penjualan dan pembelian item non-keuangan. DSAK menunda pemberlakuan PSAK No. 55 (Revisi 2006) hingga 1 Januari 2010. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 26 (Revisi 2008), mengenai “Biaya Pinjaman”.<br />Standar ini memberikan pedoman terkait dengan kapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian dari biaya perolehan suatu aset. PSAK No. 26 (Revisi 2008) mengharuskan biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau pembuatan suatu asset kualifikasian untuk dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tersebut. PSAK No. 26 (Revisi 2008) efektif berlaku sejak 1 Januari 2010. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 1 (Revisi 2009), mengenai “Penyajian Laporan Keuangan”.<br />PSAK No. 1 (Revisi 2009) menentukan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum, agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. PSAK No. 1 (Revisi 2009) mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, persyaratan minimum isi laporan keuangan dan mengharuskan Perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan yang lengkap yang terdiri dari Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Komprehensif, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya, Laporan Posisi Keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. PSAK No. 1 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. Penerapan lebih dini dianjurkan. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 2 (Revisi 2009), mengenai “Laporan Arus Kas”.<br />PSAK No. 2 (Revisi 2009) menyediakan pedoman spesifik dalam menyusun Laporan Arus Kas. PSAK No. 2 (Revisi 2009) mengharuskan Perusahaan untuk memberikan informasi mengenai perubahan-perubahan historis terkait kas dan setara kas yang diklasifikasikan kedalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. PSAK No. 2 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 4 (Revisi 2009), mengenai “Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri”<br />Standar ini menitikberatkan relevansi, keandalan dan komparabilitas informasi yang disajikan Perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi dan laporan keuangan tersendiri. Menurut PSAK No. 4 (Revisi 2009), kepentingan non pengendali (yang sebelumnya disebut hak minoritas) harus disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan dalam bagian ekuitas, terpisah dari ekuitas pemilik entitas induk. Pada saat perusahaan membuat laporan keuangan tersendiri, investasi pada anak perusahaan harus dicatat pada biaya perolehan sesuai dengan PSAK No. 4 (Revisi 2009). PSAK No. 4 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 5 (Revisi 2009), mengenai “Segmen Operasi”.<br />PSAK No. 5 (Revisi 2009) mensyaratkan Perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan keuangan konsolidasi untuk mengevaluasi sifat dan dampak keuangan dari aktivitas bisnis. PSAK No. 5 (Revisi 2009) memperluas definisi segmen operasi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi dan melaporkan segmen operasi. PSAK No. 5 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan lebih dini diperkenankan. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 10 (Revisi 2009), mengenai “Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Asing”.<br />PSAK No. 10 (Revisi 2009) memperluas definisi mata uang fungsional dan factor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan mata uang fungsional dari suatu entitas serta memberikan pedoman dalam pelaporan transaksi-transaksi dalam mata uang asing, penjabaran pada mata uang penyajian, dan penjabaran kegiatan usaha luar negeri. Dalam penjabaran kegiatan usaha luar negeri, goodwill yang timbul dari akuisisi kegiatan usaha luar negeri dan setiap penyesuaian nilai wajar pada nilai tercatat aset dan kewajiban untuk dinyatakan dalam mata uang fungsional dan dijabarkan dalam kurs penutupan. PSAK No. 10 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 12 (Revisi 2009), mengenai “Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama”.<br />PSAK No. 12 (Revisi 2009) memberikan pedoman dalam akuntansi dan pelaporan kepemilikan dalam ventura bersama dalam laporan keuangan venturer. Venturer harus mengakui bagian partisipasinya dalam pengendalian bersama aset dalam laporan keuangannya. Venturer harus mengakui aset yang dikendalikan, kewajiban dan beban yang timbul dan bagian pendapatan dalam laporan keuangannya dalam pengendalian bersama operasi. Venturer harus mengakui bagian pertisipasinya dalam pengendalian bersama entitas dengan menggunakan konsolidasi proporsional atau metode ekuitas. PSAK No. 12 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan dini dianjurkan. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 15 (Revisi 2009), mengenai “Investasi pada Entitas Asosiasi”.<br />PSAK No. 15 (Revisi 2009) diterapkan untuk akuntansi investasi dalam entitas asosiasi, yaitu suatu entitas, termasuk entitas non-korporasi seperti persekutuan, dimana investor mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan entitas anak ataupun bagian partisipasi dalam ventura bersama. Investasi dalam entitas asosiasi dicatat dengan menggunakan metode ekuitas. PSAK No. 15 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan dini PSAK No. 15 (Revisi 2009) dianjurkan. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 25 (Revisi 2009), mengenai “Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”.<br />PSAK No. 25 (Revisi 2009) mensyaratkan Perusahaan untuk mengungkapkan dampak yang mungkin timbul akibat penerapan standar-standar akuntansi keuangan yang baru pada laporan keuangan pada periode awal penerapan. PSAK No. 25 (Revisi 2009) juga memberikan panduan untuk mencatat dan mengungkapkan kesalahan, perubahan estimasi akuntansi dan perubahan kebijakan akuntansi. PSAK No. 25 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan lebih dini dianjurkan. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 48 (Revisi 2009), mengenai “Penurunan Nilai Aset”.<br />PSAK No. 48 (Revisi 2009) memberikan prosedur untuk mengidentifikasikan unit penghasil kas dan mengukur penurunan nilai aset. Suatu rugi penurunan nilai harus dicatat untuk suatu unit penghasil kas ketika jumlah terpulihkan dari unit tersebut lebih kecil dari nilai tercatatnya. Rugi penurunan nilai harus dialokasikan untuk mengurangi jumlah tercatat atas setiap goodwill yang dialokasikan ke unit penghasil kas tersebut dan ke aset lain dari unit tersebut dibagi pro rata atas dasar jumlah tercatat setiap aset di dalam unit tersebut. PSAK No. 48 (Revisi 2009) mensyaratkan Perusahaan untuk menilai pada setiap akhir periode pelaporan apakah terdapat indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa suatu aset mengalami penurunan nilai dan rugi penurunan nilai yang diakui pada periode sebelumnya untuk aset lain selain goodwill sudah tidak terdapat lagi. PSAK No. 48 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Perusahaan harus menerapkan secara prospektif. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 57 (Revisi 2009), mengenai “Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi dan Aset Kontinjensi”.<br />Pada Agustus 2009, DSAK mengeluarkan PSAK No. 57 (Revisi 2009), mengenai “Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi dan Aset Kontinjensi” yang menggantikan PSAK No. 57, mengenai “Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi dan Aset Kontinjensi”. PSAK No. 57 (Revisi 2009) memberikan panduan penerapan untuk mengakui dan mengungkapkan kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi dan aset kontinjensi. PSAK No. 57 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan lebih dini atas PSAK No. 57 (Revisi 2009) dianjurkan. </div></li><li><div align="justify">PSAK No. 58 (Revisi 2009), mengenai “Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan”.<br />PSAK No. 58 (Revisi 2009) memperluas pedoman pengklasifikasian dan pengukuran aset tersedia untuk dijual. Aset tersedia untuk dijual disajikan sebagai aset lancar dan terpisah dari pos lainnya. PSAK No. 58 (Revisi 2009) berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai atau sesudah 1 Januari 2011. Penerapan secara dini dianjurkan.</div></li></ul><p align="justify"><span style="color:#33ccff;">Sumber : Indonesia Tax Review</span></p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-80899105783131718112010-08-05T23:24:00.000-07:002010-08-05T23:48:40.343-07:00Download PSAK<span style="font-size:130%;color:#ff0000;">Berikut ini merupakan daftar PSAK dalam bentuk softcopy, klik download untuk mendownloadnya.<br /></span><ol><li>PSAK 00 Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061422/K00KerangkaDasarPenyusunanPenyajianLaporanKeuangan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 01 Pengungkapan Kebijakan Akuntansi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061423/PSAK01PengungkapanKebijakanAkuntansi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 01 Revisi Pengungkapan Kebijakan Akuntansi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061421/PSAK01Revisi98PengungkapanKebijakanAkuntansi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 02 Arus Kas [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061424/PSAK02ArusKas.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 03 Laporan Keuangan Interim [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061420/PSAK03LaporanKeuanganInterim.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 04 Laporan keuangan Konsolidasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061449/PSAK04LaporankeuanganKonsolidasi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 05 Segmen [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061450/PSAK05Segmen.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 06 Akuntansi dan Pelaporan untuk Perusahaan dalam Tahap Pengembangan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061451/PSAK06AkdanPelaporanUPerusahaandlmthpPengembangan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 07 Pengungkapan Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061448/PSAK07pengungkapanpihakyangmemilikihubistimewa.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 08 Peristiwa setelah Tanggal Neraca dan Kontinjensi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061448/PSAK07pengungkapanpihakyangmemilikihubistimewa.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 08ED Peristiwa setelah Tanggal Neraca dan Kontinjensi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061459/PSAK08EDperistiwastlhtglneracakontinjensi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 09 Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Lancar [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061462/PSAK09PenyajianAktivaLancardankewajibanLancar2.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 10 Transaksi dalam Mata Uang Asing [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061460/PSAK10Transaksidalammatauangasing.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 11 Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061461/PSAK11PenjabaranLaporanKeuanganDlmMataUangAsing.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 12 Pelaporan Keuangan tentang Bagian Partisipasi dalam Pengendalian [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061458/AK12PelaporanKeuanganttgbagianpartisipasidlmpengen.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 13 Akuntansi untuk Investasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061458/AK12PelaporanKeuanganttgbagianpartisipasidlmpengen.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 14 Akuntansi untuk Persediaan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061479/PSAK14AkuntansiuntukPersediaan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 15 Akuntansi untuk Investasi dalam Perusahaan Asosiasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061477/PSAK15Akuntansiuntukinvestasidlmpershasosiasi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 16 Aktiva Tetap dan Lain-Lain [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061478/PSAK16AktivatetapdanLain-lain.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 16ED Aktiva Tetap dan Lain-Lain [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061480/PSAK16ED_0809AktivatetapdanLain-lain.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 17 Penyusutan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061491/PSAK17Penyusutan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 18 Akuntansi Dana Pensiun [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061490/PSAK18AkuntansiDanaPensiun.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 19 Aktiva Tidak Berwujud [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061487/PSAK19AktivaTidakBerwujud.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 20 Biaya Riset dan Pengembangan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061488/PSAK20Biayarisetdanpengembangan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 21 Akuntansi Ekuitas [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061489/PSAK21Akuntansiekuitas.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 22 Akuntansi Penggabungan Usaha [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061506/PSAK22AkuntansiPenggabunganUsaha.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 23 Pendapatan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061508/PSAK23Pendapatan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 24 Akuntansi Biaya Manfaat Pensiun [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061507/PSAK24akuntansibiayamanfaatpensiun.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 25 Kesalahan Mendasar [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061505/PSAK25KESALAHANMENDASAR.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 26 Biaya Pinjaman [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061504/PSAK26BiayaPinjaman.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 27 Kewajiban Diestimasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061547/PSAK27KewajibanDiestimasi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 27 Revisi (98) Akuntansi Perkoperasian [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061548/PSAK27Revisi98AkuntansiPerkoperasian.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 28 Akuntansi Asuransi Kerugian [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061549/PSAK28AkuntansiAsuransiKerugian.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 29 Akuntansi Minyak dan Gas Bumi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061546/PSAK29AkuntansiMinyakdanGasBumi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 30 Leasing [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061550/PSAK30Leasing.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 31 Akuntansi Perbankan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061586/PSAK31AkuntansiPerbankan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 32 Akuntansi Kehutanan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061587/PSAK32AkuntansiKehutanan2.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 33 Akuntansi Pertambangan Umum [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061589/PSAK33AkuntansiPertambanganUmum.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 34 Akuntansi Kontrak Kontruksi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061588/PSAK34AkuntansiKontrakKonstruksi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061590/PSAK35AkuntansiPendapatanJasaTelekomunikasi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061609/PSAK37AkuntansiPenyelenggaraanJalanTol.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 38 Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061611/PSAK38AkuntansiRestrukturisasiEntitasSepengendali.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 39 Akuntansi Kerjasama Operasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061612/PSAK39AkuntansiKerjasamaOperasi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 40 Perubahan EKuitas Anak Perusahaan-Perusahaan Asosiasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061613/AK40PerubahanEkuitasAnakPerusahaan-PerusahaanAsosi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 41 Akuntansi Waran [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061610/PSAK41AkuntansiWaran.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 42 Akuntansi Perusahaan Efek [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061641/PSAK42AkuntansiPerusahaanEfek.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 43 AKuntansi Anjak Piutang [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061643/PSAK43AkuntansiAnjakPiutang.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061640/PSAK44AkuntansiAktivitasPengembanganRealEstat.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 45 Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061639/PSAK45PelaporanKeuanganOrganisasiNirlaba.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 46 Akuntansi Pajak Penghasilan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061642/PSAK46AkuntansiPajakPenghasilan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 47 Akuntansi Tanah [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061656/PSAK47AkuntansiTanah.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 48 Penurunan Nilai Aktiva [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061657/PSAK48PenurunanNilaiAktiva.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 49 Akuntansi Reksadana [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061660/PSAK49AkuntansiReksadana.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 50 Akuntansi Investasi Efek Tertentu [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061659/PSAK50AkuntansiInvestasiEfekTertentu.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 51 Akuntansi Kuasa Reorganisasi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061658/PSAK51AkuntansiKuasiReorganisasi.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 52 Akuntansi Mata Uang Pelaporan [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061683/PSAK52AkuntansiMataUangPelaporan.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 53 Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061685/PSAK53AkuntansiKompensasiBerbasisSaham.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 54 Akuntansi Restrukturisasi Hutang Piutang Bermasalah [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061686/K54AkuntansiRestrukturisasiHutangPiutangBermasalah.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 55 AKuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061687/AK55AkuntansiInstrumenDerivatifdanAktivitasLindung.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 56 Laba Per Saham [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061684/PSAK56LabaPerSaham.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 56 Laba Per Saham Lengkap [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061703/PSAK56LabaPerSaham-lkp2.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban, dan Akuntansi Kontruksi [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061704/57KewajibanDiestimasikewajibandanakuntansikont.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 58 Operasi dalam Penghentian [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061706/PSAK58OperasidalamPenghentian.pdf.html">download</a>]</li><li>PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah [<a href="http://www.ziddu.com/download/2061705/PSAK59AkuntansiPerbankanSyariah.pdf.html">download</a>]</li></ol><br />Sumber : Dwi Wahyudi, SEKonsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-73158133773453370182010-05-04T18:46:00.000-07:002010-05-04T19:00:53.030-07:00Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenakan PPN 0%<div align="justify">Sesuai dengan <strong>PMK-70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010</strong>, terhitung mulai 1 April 2010 berikut ini Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0% :</div><div align="justify"><br />a. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb :</div><ul><li><div align="justify">Pemesan atau penerima JKP berada di Luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, </div></li><li><div align="justify">Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau Penerima JKP, </div></li><li><div align="justify">Bahan adalah bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi BKP yang dihasilkan, </div></li><li><div align="justify">Kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima JKP; dan </div></li><li><div align="justify">Pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau penerima JKP ke luar daerah Pabean. </div></li></ul><p align="justify">b. Jasa Perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb <strong>:</strong></p><ul><li><div align="justify">Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean </div></li></ul><p align="justify">c. Jasa Konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb :</p><ul><li><div align="justify">Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean. </div></li></ul><p align="justify"><strong>Saat terutangnya PPN dan Pemberitahuan Ekspor JKP </strong></p><p align="justify">Saat terutangnya PPN atas ekspor Jasa Kena Pajak adalah saat penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat dan diakui sebagai penghasilan.</p><p align="justify">Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak dengan formulir yang telah ditetapkan dalam lampiran PMK-70 pada saat ekspor Jasa Kena Pajak. Dokumen pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak yang dilampiri dengan Invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, berfungsi sebagai Faktur Pajak (dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak).</p><p align="justify">Atas pengiriman barang kena pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa Maklon tidak dilaporkan sebagai ekspor BKP dalam SPT Masa PPN.<br />PPN atas Penyerahan JKP Lain ke WP LN</p><p align="justify">Dengan diterbitkannya PMK-70 maka jelas bahwa Penyerahan JKP lain, -selain yang telah diatur dalam PMK-70- kepada Wajib Pajak Luar Negeri tidak termasuk dalam pengertian ekspor JKP yang merupakan obyek PPN dengan tarif 0%</p><p align="justify"></p><div align="justify"><a href="http://triyani.files.wordpress.com/2010/04/70_pmk_03_310310.pdf" target="_blank">PMK-70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK-70).</a></div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify">dikutip dari "triyani's weblog"</div><div align="justify"> </div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-87619347177637482052010-03-30T23:14:00.001-07:002010-03-30T23:26:36.629-07:00Faktur Pajak<div align="justify"><br /></div><div align="justify"><a href="http://digg.com/world_news/Dokumen_Yang_Disamakan_dengan_Faktur_Pajak_PER_10_PJ_2010" target="_blank" name="1">Dokumen Yang Disamakan dengan Faktur Pajak ; PER-10/PJ/2010 [Digg]</a><br />Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10 /PJ/2010 adalah Pemberitahuan Ekspor Barang, Surat Perintah Penyerahan Barang, Paktur Nota Bon Penyerahan, Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi, Tanda pembayaran dan beberpa dokumen lain.<br /></div><a name="emailbody"></a><a name="itemcontentlist1"></a><div align="justify"><br /></div><div align="justify"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5454680430842816642" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 298px; CURSOR: hand; HEIGHT: 281px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivJNJaDsys_tBZmqfq3LPlXmLPnb7-p84_dIGq_lxh_A1LmOBtzaMQp8RW0UMGEMasV6eTezg-Xhz-vfIophGeUomul33m7dvtPVOkskYnTwiTBds4a9no8XxGZbf1FLhsgGiJc2l14a1o/s320/faktur.jpg" border="0" /><br /><a href="http://digg.com/world_news/Ketentuan_Mengenai_Faktur_Pajak_PPN_sesuai_UU_PPN_baru" target="_blank" name="1">Ketentuan Mengenai Faktur Pajak PPN sesuai UU PPN baru [Digg]</a><br />Khusus untuk PKP Eceran (PKP PE) diberikan kemudahan untuk menggunakan nomor sendiri yang dapat berupa nomor invoice atau nomor struk penjualan sebagaimana telah dipergunakaan saat ini, sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Mulai 1 Januari 2011 wajib melakukan penomoran faktur pajak sesuai ketentuan dalam lampiran III PER-13/PJ/2010.</div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-46362530310346814302010-03-30T00:11:00.000-07:002011-09-07T17:47:08.214-07:00Akuntansi Kontrak Konstruksi<div><div><div><div>Berdasarkan PSAK No. 34 mengenai Akuntansi Kontrak Konstruksi diatur mengenai syarat pengakuan dan pencatatan pendapatan dan biaya kontrak untuk pekerjaan kontrak konstruksi yaitu :<br /><br /></div><div align="justify">Paragraf 20<br />“Bila hasil (Outcome) kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi harus diakui masing-masing sebagai pendapatan dan beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal neraca (percentage of completion).” </div><div><br /></div><div align="justify">Paragraf 23<br />“Menurut metode ini, pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut, sehingga pendapatan, beban, dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan secara proporsional.” </div><div><br /></div><p align="justify">Tahap penyelesaian suatu kontrak (percentage-of-completion) dapat ditentukan dengan berbagai cara (PSAK No. 34 par. 28). Perusahaan menggunakan mteode yang mengukur secara andal pekerjaan yang dilakukan. Bergantung pada sifat kontrak, metode tersebut antara lain meliputi : </p><ul><li>proporsi biaya kontrak untuk pekerjaan yang dilaksanakan sampai tanggal total biaya kontrak yang diestimasi; </li><li>survei atas pekerjaan yang telah dilaksanakan; dan </li><li>penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak. </li></ul><p><strong>Teknik Penjurnalan</strong> </p><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5454730083780537954" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 400px; CURSOR: hand; HEIGHT: 247px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkk2Gtt6LqVFD8Iz9qbtIbSXTF4A4Lyr4TUmBQ6w2ZVji_iw5MtRfRDhOXjCy5noPgF8mSSeA3CsSNLyUTHW4Opfk-vzmD-S8dt08rzinIu_A5tF8mk-Z-gaxvHB_nfVR59Q_d6YOenhFY/s400/jurnal.bmp" border="0" /> <p>Lebih lanjut, dalam paragaf 36 PSAK No. 34 diatur mengenai dasar perlakuan akuntansi atas perubahan estimasi sebagai berikut : </p><p>“Metode persentase penyelesaian diterapkan secara kumulatif dalam setiap periode akuntansi. Oleh karena itu, pengaruh perubahan dalam estimasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak, dipertanggungjawabkan sebagai perubahan dalam estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi. Perubahan estimasi digunakan sebagai dasar dalam penentuan jumlah pendapatan dan beban yang diakui dalam laporan laba rugi dalam periode di mana perubahan tersebut terjadi dan periode selanjutnya.” </p><p>Dalam paragraph 37 – 42 PSAK No. 34 diatur mengenai pengungkapan dalam laporan keuangan sebagai berikut :<br /></p><p>Perusahaan harus mengungkapkan : </p><p>jumlah pendapatan kontrak yang diakui sebagai pendapatan dalam periode berjalan;<br />metode yang digunakan untuk menentukan pendapatan kontrak yang diakui dalam periode;<br />metode yang digunakan untuk menentukan tahap penyelesaian kontrak.<br />Perusahaan harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk pekerjaan dalam proses penyelesaian pada tanggal neraca : </p><p>jumlah akumulasi biaya yang terjadi dan laba yang diakui (dikurangi kerugian yang diakui) sampai tanggal neraca;<br />jumlah uang muka yang diterima; dan<br />jumlah retensi. </p><p><strong>Laporan status proyek dalam penyelesaian</strong> </p><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5454728875777614370" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 400px; CURSOR: hand; HEIGHT: 345px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuAIJZEGqZM6Y9t82TslMbdy3jQoPPAnc1DfndfItFA2FmW_KJUCq0f63F8rWtMRg5KR4xpj7MuVOnBkJ0ZBDrJe5q_1sAh7ajoMM6iSZzgHfI_peRyCrUG7kx_KAyxvtDqwLnVITD8lrw/s400/ungkap.JPG" border="0" /><br /><p>Perusahaan harus menyajikan : </p><ul><li>jumlah tagihan bruto kepada pemberi kerja sebagai asset; dan </li><li>jumlah utang bruto kepada pemberi kerja sebagai kewajiban. </li></ul><p>Jumlah tagihan bruto kepada pemberi kerja untuk pekerjaan kontrak adalah selisih antara : </p><ul><li>biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui; dikurangi </li><li>jumlah kerugian yang diakui dan termin (progress billings) </li></ul><p>untuk semua pekerjaan dalam proses dimana biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui (dikurangi kerugian yang diakui) melebihi termin (progress billings). </p><p>Jumlah utang bruto kepada pemberi kerja adalah selisih antara : </p><ul><li>biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui; dikurangi </li><li>jumlah kerugian yang diakui dan termin (progress billings) </li></ul><p>untuk semua kontrak dimana termin (progress billings) melebihi biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui (dikurangi kerugian yang diakui). </p><p><strong>Pengungkapan </strong></p><strong><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5454728379082431538" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 400px; CURSOR: hand; HEIGHT: 181px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEteUogZhncY6jEAlmTGI1mbSDaQKJzwwjAE6o4n1Bzg_rDjzusGDAZFC8stUOYLFPxoUX6xQcJC1ts4BDP_v6a6O5Bg_Cvw9-6SJPJALWeJXqtIHeOyUEigShZlzh8rkPenZEk3OltKo1/s400/tagihan+bruto.JPG" border="0" /></strong> <p>Perusahaan mengungkapkan setiap keuntungan dan kerugian kontinjen sesuai dengan PSAK No. 57 tentang Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi. Keuntungan dan kerugian kontinjensi mungkin timbul dari pos-pos tertentu seperti biaya jaminan, klaim, denda, dan kemungkinan kerugian lainnya.<br /></p><p></p></div></div></div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-24844280516530448342010-03-10T17:15:00.000-08:002010-03-10T17:18:52.529-08:00Pajak yang dihitung berdasarkan Penggabungan Penghasilan netto suami dan istri<div align="justify">Sumber : </div><div align="justify"><br />SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 29/PJ/2010 </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify">Penghasilan neto suami-isteri yang dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka. </div><div align="justify"><br />Dikenakan kepada :</div><div align="justify"><br />a. bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya. </div><div align="justify"><br />b. Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin tersebut dalam suatu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa. </div><div align="justify"><br />c. Penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri. </div><div align="justify"><br />d. Penghitungan PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c, berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. </div><div align="justify"></div><div align="justify"><br />Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah harta dan kewajiban yang dimiliki dan/atau dikuasai wanita kawin tersebut pada akhir tahun pajak. </div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-26537191865163998032010-03-08T18:14:00.000-08:002010-03-08T18:22:43.821-08:00Fasilitas Perpajakan di Kawasan Bebas<div align="justify">Pemerintah telah mengeluarkan aturan yang memberikan fasilitas pada Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas yang diatur dengan:<br /><br />Peraturan Pemerintah Nomor PP NO 2 Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas<br /><br />Peraturan Menteri Keuangaan Nomor PMK-45/PMK.03/2009 Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan PPN Dan/Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Dan Pemasukan Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas<br /><br />Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2009 Tentang Penyampaian PP NO 2 Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Dan PMK-45/PMK.03/2009 Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan PPN Dan/Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Dan Pemasukan Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas<br /><br />Hal-hal yang diatur oleh ketentuan di atas adalah sebagai berikut:<br /><br />Sejak tanggal 1 April 2009 Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap.<br /><br />Fasilitas Perpajakan di Kawasan Bebas adalah sebagai berikut:<br /><br />Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Kawasan Bebas dan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya, dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.<br /><br />Permasukan Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM serta tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.<br /><br />Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.<br /><br />Pemasukan barang Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau dari Tempat Penimbunan berikat ke Kawasan Bebas yang melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.<br /><br />Penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas tidak dipungut PPN.<br /><br />Pengeluaran Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat dalam hal barang merupakan barang asal luar Daerah Pabean, dibebaskan dari pengenaan PPN dan tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.<br /><br />Fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, dapat diberikan apabila Barang Kena Pajak tersebut telah benar-benar masuk ke Kawasan Bebas, yang dibuktikan dengan Pemberitahuan Pabean FTZ-03 yang telah di-endorse oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di Kantor Pabean di Kawasan Bebas.<br /><br />Fasilitas PPN tidak dipungut sebagaimana tersebut dalam angka 2 huruf e di atas, tidak perlu melalui endorsement dari pejabat pegawai Direktorat Jenderal Pajak.<br /><br />Untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, prosedur administrasi yang wajib dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dari Tempat Lain DalamDaerah Pabean ke Kawasan Bebas, antara lain:<br /><br />wajib menerbitkan Faktur Pajak Standar yang dicap “PPN TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2009″;<br /><br />wajib menerbitkan Faktur Pajak Standar paling lama pada saat pengiriman Barang Kena Pajak ke Kawasan Bebas;<br /><br />mendapatkan Pemberitahuan Pabean FTZ-03 yang telah di-endorse dengan catatan “DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT’ atas pemasukan Barang Kena Pajak ke Kawasan Bebas.<br /><br />Tata cara pemberian endorsement Pemberitahuan Pabean FTZ-03 diatur dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 tentang tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dadatau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barmg Kena Pajak danlatau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas.<br /><br />Perlakuan perpajakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean sebagai berikut:<br /><br />Pengeluaran Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean wajib dilunasi PPN.<br /><br />Dalam ha1 Barang Kena Pajak yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean adalah Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.<br /><br />Dalam hal Barang Kena Pajak yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas berasal dari luar Daerah Pabean atau mengandung bahan baku yang diimpor, disamping dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM, juga dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 impor.<br /><br />Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau ke Tempat Penimbunan Berikat dikenakan PPN.<br />Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.<br /><br />Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:<br /><br />Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam;<br /><br />Keputusan Menteri Keuangan Nomor 393/KMK.03/2004 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Masuk di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam;<br /><br />Peraturan Menteri Keuangan 16/PMK.03/2005 tentang PerIakuan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Masuk, di Kawasan Berikat (Bonded Zone, Daerah Industri Pulau Batam;<br /><br />Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/~MK.03/2005 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan. Dalam Rangka Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.011/2009,<br />dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.</div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-91126320391408124802010-03-01T23:16:00.000-08:002010-03-01T23:33:56.127-08:00Ketentuan Mengenai Faktur Pajak sesuai UU No 42 Tahun 2009<div align="justify">KETENTUAN MENGENAI FAKTUR PAJAK SESUAI UU NO 42 TAHUN 2009 (UU PPN BARU)</div><div align="justify"><br />(Mulai Berlaku 1 April 2010)</div><div align="justify"><br /><strong>Saat Pembuatan Faktur Pajak (Pasal 13 (1a)) </strong></div><div align="justify"><strong><br /></div></strong><div align="justify">Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:<br /></div><ul><li><div align="justify">penyerahan Barang Kena Pajak </div></li><li><div align="justify">penyerahan Jasa Kena Pajak </div></li><li><div align="justify">ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud </div></li><li><div align="justify">ekspor Jasa Kena Pajak </div></li></ul><div align="justify"><br /></div><div align="justify">Faktur Pajak harus dibuat pada:</div><ul><li><div align="justify">saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak</div></li><li><div align="justify">saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;</div></li><li><div align="justify">saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau</div></li><li><div align="justify">saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.<br />Dikecualikan dari ketentuan diatas*), </div></li></ul><p align="justify">Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. Faktur Pajak tersebut harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.<br /></p><p align="justify">Contoh:<br /></p><p align="justify">Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli 2010, tetapi sampai dengan tanggal 31 Juli 2010 sama sekali belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, Pengusaha Kena Pajak A diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan Juli, yaitu paling lama tanggal 31 Juli 2010.</p><p align="justify"><strong>Syarat Faktur Pajak</strong></p><p align="justify">Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:</p><ul><li><div align="justify">nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;</div></li><li><div align="justify">nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;</div></li><li><div align="justify">jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;</div></li><li><div align="justify">Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;</div></li><li><div align="justify">Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;</div></li><li><div align="justify">kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan</div></li><li><div align="justify">nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.</div></li></ul><p align="justify"><br />Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud diatas atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.</p><p align="justify">Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. *)</p><p align="justify">*) Ketentuan ini diperlukan, antara lain, karena:</p><ul><li><div align="justify">faktur penjualan yang digunakan oleh pengusaha telah dikenal oleh masyarakat luas, seperti kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat udara;</div></li><li><div align="justify">untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya membuat Faktur Pajak, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, berada di luar Daerah Pabean, misalnya, dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, Surat Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak; dan</div></li><li><div align="justify">terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam hal impor atau ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.</div></li></ul><p align="justify">Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.</p><p align="justify">Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material.</p><p align="justify"><br /><strong>Sanksi atas Pelanggaran Syarat Formal Faktur Pajak (Pasal 13 (5) jo Pasal 14 (1) e UU KUP)<br /></strong></p><p align="justify">PKP tidak dikenai sanksi apabila menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat: </p><ol><li><div align="justify">Identitas pembeli; atau</div></li><li><div align="justify">Identitas pembeli, serta nama dan tanda tangan untuk FP yang diterbitkan oleh pedagang eceran. </div></li></ol><p align="justify">(Psl 14 (1) huruf e UU KUP)<br />FP tersebut tidak dikategorikan sebagai FP cacat, namun Faktur Pajaknya sendiri tidak dapat dikreditkan oleh pembelinya.</p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-37321731387560397412010-03-01T22:39:00.000-08:002010-03-01T22:58:33.241-08:00Pokok-Pokok Perubahan UU PPN Baru<div align="justify"><strong><span style="font-size:130%;">Pokok-Pokok Perubahan UU PPN Baru</span></strong></div><div align="justify"><br /><strong>1. Objek Pajak</strong></div><div align="justify"><br />Ekspor Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud<br />Undang-undang PPN yang saat ini berlaku hanya mengenal ekspor BKP. Ke depan, guna menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing untuk kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar Daerah Pabean dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Indonesia di Luar Daerah Pabean, atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud akan dikenakan PPN dengan tarif 0%.</div><div align="justify"><br /><strong>2. Bukan Objek</strong></div><ul><li><div align="justify">Penyerahan Barang Kena Pajak dalam Rangka Restrukturisasi Usaha<br />Untuk membantu cash flow perusahaan dan memberikan kemudahan administrasi, maka pengalihan BKP yang dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, akan tidak dikenakan PPN, dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak.</div></li><li><div align="justify">Penetapan Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN<br />Untuk lebih memberikan kepastian hukum, penetapan barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN yang selama ini diatur dengan peraturan pemerintah dinaikan menjadi batang tubuh undang-undang.</div></li><li><div align="justify">Daging, Telur, Susu, Sayur-sayuran dan Buah-buahan<br />Dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan cara membantu tersedianya sumber gizi yang harganya terjangkau maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.</div></li><li><div align="justify">Barang dan Jasa yang Telah Dikenakan Pajak Daerah<br />Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN, yaitu:<br />1) barang hasil pertambangan galian C UU PDRD;<br />2) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya;<br />3) jasa perhotelan; dan<br />4) jasa boga/katering.</div></li><li><div align="justify">Jasa Keuangan<br />Untuk memberikan perlakuan yang sama, jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk perbankan syariah, ditetapkan sebagai bukan JKP, sehingga atas penyerahannya tidak dikenakan PPN. Dengan demikian, tidak ada perbedaan perlakuan PPN bagi Wajib Pajak yang berbeda status tetapi melakukan kegiatan usaha yang sama.</div></li><li><div align="justify">Pasokan Barang Hasil Pertambangan Umum sebagai Bahan Baku untuk Industri Energi Dalam Negeri<br />Untuk menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri energi dalam negeri, barang hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya, termasuk batubara, tetap dikategorikan sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.</div></li></ul><p align="justify"><strong>3. Faktur Pajak dan Saat Pembuatannya</strong></p><p align="justify">Beberapa hal berkenaan dengan penerbitan Faktur Pajak diberikan kemudahan, kesederhanaan dan kepastian hukum dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN</a> ini, yaitu:</p><ul><li><div align="justify">Hanya akan dikenal satu jenis Faktur Pajak. Tidak ada lagi Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak Sederhana.</div></li><li><div align="justify">Saat Pembuatan Faktur Pajak<br />Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Dengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.</div></li></ul><p align="justify"><strong>4. Pengkreditan Pajak Masukan</strong></p><ul><li><div align="justify">Untuk mencegah penggunaan Faktur Pajak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN yang baru</a> dipertegas bahwa selain pemenuhan syarat formal Faktur Pajak, maka suatu Pajak Masukan untuk dapat dikreditkan harus juga memenuhi syarat material, yaitu adanya penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan yang tercantum dalam Faktur Pajak.</div></li><li><div align="justify">Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal.</div></li><li><div align="justify">Namun demikian, apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha yang bersangkutan ternyata gagal berproduksi maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali.</div></li></ul><p align="justify"><strong>5. Deemed Pajak Masukan</strong></p><p align="justify">Untuk lebih memberikan kepastian hukum dan memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak tertentu yang mengalami kesulitan mengikuti mekanisme PK-PM secara normal, atau mengalami kesulitan dalam menghitung PPN yang harus dibayar, misalnya Pedagang Eceran atau petani kecil, maka dalam dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN yang baru</a> diatur mengenai penggunaan deemed Pajak Masukan, yaitu pedoman untuk menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak berdasarkan:</p><ul><li><div align="justify">jumlah peredaran usaha/omset;</div></li><li><div align="justify">sektor/kegiatan usaha tertentu.</div></li></ul><p align="justify"><br /><strong>6. Retur/Pengembalian Jasa Kena Pajak</strong></p><p align="justify">Agar paralel dengan perlakuan PPN untuk retur/pengembalian Barang Kena Pajak, dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN yang baru</a> diatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.</p><p align="justify"><strong>7. Saat Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN</strong></p><p align="justify">Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam UU KUP, diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.</p><p align="justify"><strong>8. Restitusi dan Pengembalian Pendahuluan</strong></p><ul><li><div align="justify">Restitusi (umum)<br />Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak.</div></li><li><div align="justify">Restitusi untuk Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri<br />Dengan pertimbangan bahwa barang bawaan yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang asing yang bukan penduduk Indonesia merupakan barang yang akan dikonsumsi di luar negeri dan untuk menarik wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia, maka PPN dan PPn BM yang dibayar oleh orang asing tersebut atas barang-barang yang dibawanya ke luar negeri diberikan pengembalian. Oleh karena itu, dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN</a> diatur pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri, dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp 500 ribu.</div></li><li><div align="justify">Pengembalian Pendahuluan<br />1) Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas, memberikan pelayanan yang lebih baik dan mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya berdasarkan self assessment, Wajib Pajak tertentu yang memiliki risiko rendah dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian apabila diperlukan.<br />2) Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) per bulan, kecuali terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP.</div></li></ul><p align="justify"><strong>9. Pemusatan Tempat PPN Terutang</strong></p><p align="justify">Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN yang baru</a> diberikan kemudahan prosedur penetapan pemusatan tempat terutang, yaitu cukup dengan melakukan pemberitahuan (bukan lagi permohonan) secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.</p><p align="justify"><strong>10. Pajak Penjualan atas Barang Mewah</strong></p><ul><li><div align="justify">Dengan tujuan untuk memberikan ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi regulasinya, maka tarif tertinggi PPn BM dinaikkan dari 75% menjadi 200%. Tarif PPnBM tertinggi sebesar 200% ini hanya akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan.</div></li><li><div align="justify">Barang yang apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan masyarakat dan moral masyarakat, serta mengangu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol, tidak lagi dikategorikan sebagai barang mewah, karena lebih tepat untuk dikategorikan sebagai barang yang dikenakan cukai.</div></li></ul><p align="justify"><strong>11. Fasilitas Perpajakan</strong></p><p align="justify">Untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan yang belum diatur dalam Undang-Undang antara lain untuk:</p><ul><li><div align="justify">perwakilan negara asing/badan-badan internasional;</div></li><li><div align="justify">impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri;</div></li><li><div align="justify">listrik dan air;</div></li><li><div align="justify">kegiatan penanggulangan bencana alam nasional;</div></li><li><div align="justify">menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi;</div></li><li><div align="justify">bahan baku kerajinan perak.</div></li></ul><p align="justify"><strong>12. Tanggung Renteng</strong></p><p align="justify">Pengaturan mengenai tanggung renteng Pajak Pertambahan Nilai—yang semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sampai dengan perubahan kedua atas Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, dan kemudian dihapus dari UU KUP yang baru karena merupakan pengaturan material—diatur kembali dalam <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/10/uu-ppn-nomor-42-tahun-2009.html">UU PPN yang baru</a> mengingat ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual.</p><p align="justify">sumber: kanwildjpjakartakhusus</p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-79773541676089457452010-03-01T20:52:00.000-08:002010-03-01T22:31:40.080-08:00PPh Pesangon<div align="justify">DASAR HUKUM<br /></div><p align="justify">Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009</p><p align="justify">Peraturan Menteri Keuangan No 16/PMK.03/2010<br /><br />PENGERTIAN</p><div align="justify"></div><ul><li><div align="justify">Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.</div></li><li><div align="justify">Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.</div></li><li><div align="justify">Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.</div></li><li><div align="justify">Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.</div></li><li><div align="justify">Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang dituniuk oleh pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon yang selanjutnya membayarkan Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.</div></li><li><div align="justify">Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua.</div></li></ul><p align="justify"><br /></p><p align="justify"></p><p align="justify">SIFAT</p><ul><li><div align="justify">Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.</div></li><li><div align="justify">Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender</div></li><li><div align="justify">Dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan</div></li></ul><p align="justify"><br />Misalkan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang seharusnya dilakukan sekaligus, namun masih dilakukan bagian pembayaran pada tahun ketiga sebesar Rp50.000.000,00, jika kepada Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto tersebut, yaitu sebesar 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00. </p><p align="justify"><br />Penerima penghasilan sebagaimana contoh diatas yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong sebesar 120% x 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00. </p><p align="justify"><br />Pajak Penghasilan Pasal 21 (seperti yg disebutkan dalam nomor 3) yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. </p><p align="justify"><br />TARIF PPh PASAL 21 UANG PESANGON </p><p align="justify"><br />Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut : </p><ul><li><div align="justify">sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); </div></li><li><div align="justify">sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); </div></li><li><div align="justify">sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); </div></li><li><div align="justify">sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah). </div></li></ul><p align="justify"><br />Contoh perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa Uang Pesangon dengan jumlah Rp 175.000.000,00. </p><p align="justify"><br />Penghasilan bruto Rp 175.000.000,00<br /></p><p align="justify">Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<br /></p><p align="justify">0% x Rp50.000.000,00 = RP 0,00<br />5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00<br />15% x Rp75.000.000,00 = Rp 11.250.000,00 (+)<br />______________<br />Rp13.750.000,00 </p><p align="justify"><br />Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya : </p><p align="justify"><br />a. Bulan Desember 2009 = Rp 50.000.000,00<br />b. Bulan April 2010 = Rp 125.000.000.00 (+)<br />_______________<br />Jumlah Rp 175.000.000,00 </p><p align="justify"><br />Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada jumlah pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu sebesar Rp 175.000.000.00 </p><p align="justify"><br />Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong :<br /></p><p align="justify">Bulan Desember 2009:<br /></p><p align="justify">Jumlah penghasilan bruto Rp 50.000.000,00<br />Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<br />0% x Rp50.000.000.00 =Rp 0,00<br /></p><p align="justify">Bulan April 2010: </p><p align="justify">Jumlah penghasilan bruto Rp 125.000.000,00<br />Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<br />5% x Rp 50.000.000.00 = Rp 2.500.000,00<br />15% x Rp75.000.000.00 = Rp 11.250.000,00 (+)<br />______________<br />Jumlah Rp 13.750.000,00 </p><p align="justify"><br />Jumlah seluruh Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong : Rp 0,00 + Rp 13.750.000,00 = Rp 13.750.000,00 </p><p align="justify"><br />TARIF PPh PASAL 21 UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, ATAU JAMINAN HARI TUA </p><p align="justify"><br />Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut: </p><ul><li><div align="justify">sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah); </div></li><li><div align="justify">sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). </div></li></ul><p align="justify"><br />Contoh perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp 150.000.000,00 adalah: </p><p align="justify"><br />Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus Rp 150.000.000,00<br /></p><p align="justify">Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang:<br />0% x Rp 50.0000.000,00 = Rp 0,00<br />5% x Rp 100.000.000,00 = Rp 5.000.000,00<br />_____________<br />Jumlah = Rp 5.000.000,00 </p><p align="justify"><br />Dalam hal jumlah pembayaran uang Jaminan Hari Tua tersebut di atas dibayarkan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya : </p><p align="justify"><br />Bulan Desember 2009 sebesar Rp 50.000.000,00<br />Bulan Februari 2010 sebesar Rp 100.000.000,00<br />_______________<br />Jumlah Rp 150.000.000,00 </p><p align="justify"><br />Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebagai berikut:<br /></p><p align="justify">Bulan Desember 2009:0% x Rp50.000.000,00 = Rp 0,00<br />Bulan Februari 2010:5% x Rp 100.000.000,00 = Rp 5.000.000,00<br />_____________<br />Jumlah = Rp 5.000.000,00 </p><p align="justify"><br />TATACARA PEMOTONGAN </p><ul><li><div align="justify">Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan Pajak penghasilan Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua. </div></li><li><div align="justify">Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua </div></li><li><div align="justify">Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan kewajiban memberikan bukti pemotongan tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 0%(nol persen). </div></li></ul><p align="justify"><br />PENGALIHAN PEMBAYARAN </p><ul><li><div align="justify">Pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai dapat dilakukan secara langsung oleh pemberi kerja atau dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja. </div></li><li><div align="justify">Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon<br />Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dialihkan oleh pemberi kerja kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pengalihan Uang Pesangon </div></li><li><div align="justify">Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon. Pemberi kerja tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal21 atas pengalihan Uang Pesangon tersebut.<br />Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Uang Pesangon dilakukan oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pada saat pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai </div></li><li><div align="justify">Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun vang dibayarkan secara sekaligus. </div></li></ul><p align="justify"><br />Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup </p><p align="justify"><br />BERLAKU </p><p align="justify"><br />Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 16 Nopember 2009<br />Pada saat Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2009 ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku<br /></p><p align="justify">DOWNLOAD<br />Bukti Potong Final – <a href="http://www.ziddu.com/download/5929483/SPT21baruword.rar.html" target="_blank">klik disini</a></p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-44895279407780140302009-12-03T19:30:00.000-08:002010-05-02T21:42:57.086-07:00Perhitungan Pajak PPh 21 Untuk Jasa Tenaga Ahli Mulai Tahun 2009<div align="justify">Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009, perhitungan pajak PPh 21 untuk jasa tenaga ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, aktuaris) sebagai berikut :</div><ul><li><div align="justify">Dasar Pengenaan Pajak (DPP) : 50% x Penghasilan Bruto </div></li><li><div align="justify">PPh 21 : Tarif Pasal 17 x DPP kumulatif </div></li></ul><p align="justify">Contoh kasus :</p><p align="justify">Bulan Maret 2009, jasa tenaga ahli sebesar 80 juta.</p><p align="justify">DPP : 80 juta x 50% = 40 juta</p><p align="justify">DPP kumulatif : 40 juta</p><p align="justify">PPh 21 yang harus dipotong : 5% x 40 juta = 2.000.000</p><p align="justify">Bulan Mei 2009, jasa tenaga ahli sebesar 60 juta.</p><p align="justify">DPP : 60 juta x 50% = 30 juta</p><p align="justify">DPP kumulatif : 40 juta + 30 juta = 70 juta</p><p align="justify">PPh 21 : </p><p align="justify">5% x 10 juta = 500.000</p><p align="justify">15% x 20 juta = 3.000.000</p><p align="justify">PPh 21 yang harus dipotong : 3.500.000</p><p align="justify">Jika si pemberi jasa tidak punya NPWP, maka akan dipotong sebesar 120%.</p><p align="justify">* Contoh diatas, apabila pemotongan pada orang yang sama. </p><p align="justify">Dasar Hukum : </p><p align="justify">PER-31/PJ./2009 tanggal 25 Mei 2009 </p><p align="justify">PMK-252/PMK.03/2008 Jo PER-31/PJ./2009.<br /></p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-46305898267039219652009-11-30T20:13:00.000-08:002009-12-02T00:54:24.229-08:00Cara Merubah Bukti Potong PPh Final Ke PPh 23Untuk Perusahaan Jasa Konstruksi, Pemerintah Menerbitkan Peraturan untuk mempermudah perubahan bukti potong yang terlanjur salah dalam penerapan peraturan perpajakan jasa kontruksi dengan mengeluarkan :<br /><br /><span style="color:#ff0000;">PMK no 153/PMK.03/2009 "Perubahan PMK No187 tentang cara pemotongan,penyetoran dan pelaporan PPh Jasa Konstruksi"<br /><br /></span><br />JAKARTA, 29 September 2009 Menteri Keuangan menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN NO 153/PMK.03/2009 TENTANG:<br />PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/PMK.03/2008TENTANG TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN,DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATASPENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI<br /><br />Isi Dari PMK tersebut adalah :<br /><br />Pasal I<br />Ketentuan Pasal 8 diubah<br />Antara Pasal 8 dan 9 disisipkan 3 Pasal yaitu: 8A, 8B, dan 8C<br />Pasal II<br /> Peraturan mulai berlaku pada tanggal 29 September 2009<br /><br />Selengkapnya bisa <a href="http://dc170.4shared.com/download/146580159/41d07337/PMK_153_2009.pdf?tsid=20091104-215142-ac20606c" target="_blank">download disini</a>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-22488610436997826722009-10-14T19:58:00.000-07:002009-10-14T20:15:43.527-07:00Yang Bisa Dilakukan bila mendapat Bukti Potong PPh yang salah<div align="justify">Banyak para pengusaha jasa konstruksi yang kesulitan melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya untuk tahun 2008 dan 2009 karena kendala teknis dilapangan. Semoga permasalahan dan opini dibawah ini berguna untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut :</div><div align="justify"><br /><strong>Permasalahan</strong></div><div align="justify"><br />Sehubungan dengan telah diberlakukannya PP No. 40 tahun 2009, terdapat beberapa proyek yang memiliki karakteristik transaksi sebagai berikut:</div><ol><li><div align="justify">Kontrak ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008.</div></li><li><div align="justify">Berita Acara Serah Terima (BA-ST) disetujui dan bertanggal sebelum 31 Desember 2008.</div></li><li><div align="justify">Pembayaran dilakukan setelah 1 Januari 2009.</div></li></ol><p align="justify">Karena karakteristik transaksi yang sedemikian, maka pengenaan pajaknya sesuai dengan Pasal 10 PP 40 tahun 2009 atau diberlakukan sebagai transaksi non final.<br />Perusahaan telah menyelesaikan kewajiban perpajakan atas transaksi tersebut dengan mekanisme SPT PPh Badan tahun 2008 (lebih bayar).<br />Namun pada saat pembayaran termyn dilakukan (setelah 1 Januari 2009), pemberi kerja melakukan pemotongan PPh Final sesuai dengan PP No. 51 tahun 2008 sehingga terjadi dua kali pengenaan pajak atas obyek yang sama.</p><p align="justify"><br /><strong>Opini</strong></p><p align="justify"><strong></strong></p><p align="justify">Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi pengenaan pajak dua kali atas obyek yang sama, yaitu melalui mekanisme SPT Tahunan PPh Badan 2008 dan melalui mekanisme pemotongan oleh pihak lain sesuai dengan PP 51 tahun 2008 (PPh Final).</p><p align="justify"><br />Dalam hal ini telah terjadi pemotongan pajak yang seharusnya tidak dilakukan pemotongan sesuai dengan PMK 190 tahun 2007. Pasal 1 berbunyi:</p><p align="justify"><br />”Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau <em><span style="color:#000099;">kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut</span></em> berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak.”</p><p align="justify"><br />Sebagaimana penjelasan di atas bahwa Perusahaan telah memenuhi seluruh kewajiban perpajakan atas transaksi dimaksud sehingga ketika dilakukan pemotongan oleh pihak lain maka terjadi kesalahan sesuai dengan bunyi pasal di atas. Hal yang dapat dilakukan oleh Perusahaan adalah sesuai dengan pasal 3 ayat (2) yang berbunyi:</p><p align="justify"><br />Dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Pajak Penghasilan, pajak yang salah dipotong atau dipungut tersebut <em><span style="color:#000099;">dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan</span></em></p><p align="justify"><br />Perusahaan belum melakukan pengkreditan atas pemotongan yang dilakukan oleh pemberi kerja sehingga memenuhi kriteria pasal di atas.</p><p align="justify"><br />Hal yang harus dipenuhi oleh Perusahaan secara administratif untuk dapat mengajukan permohonan pengembalian adalah sebagaimana dalam pasal 5 ayat (2):</p><p align="justify"><br />Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), permohonan tersebut disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak <span style="color:#000099;"><em>tempat Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut terdaftar </em></span></p><p align="justify"><br />Syarat-syarat administratif adalah sebagai berikut:</p><p align="justify"><br />Permohonan pengembalian kelebihan, pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diajukan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut atau Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri, antara lain :</p><ol><li><div align="justify">Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;</div></li><li><div align="justify">Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang dan</div></li><li><div align="justify">Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang</div></li></ol><p align="justify"><br />Direktorat Jenderal Pajak harus memberikan tanggapan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan.<br /></p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-42437935823538055832009-10-05T18:02:00.000-07:002009-10-05T18:09:47.574-07:00PER-53/PJ/2009 Mengenai Formulir SPT PPh Masa Baru (Berlaku 1 Nopember 2009)PER-53/PJ/2009 Mengenai Formulir SPT PPh Masa Baru (Berlaku 1 Nopember 2009)<br /><br /><br />Telah terbit Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 mengenai SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 baru, yang mulai berlaku 1 Nopember 2009<br /><br />PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009<br /><br />mencabut<br /><br />PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2009<br /><br />Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta bukti Pemotongan/Pemungutannya<br /><br /><br /><br />Download (sesuai PER-53/PJ/2009) :<br /><a href="http://www.ziddu.com/download/6756174/FormPPhPasl23-26sesuaiPER53-PJ-2009.rar.html" target="_blank">SPT Masa PPh Ps 23/26</a> - versi Excel<br /><a href="http://www.ziddu.com/download/6756175/FormPPhPasal22sesuaiPER53-PJ-2009.rar.html" target="_blank">SPT Masa PPh Ps 22</a> - versi Excel<br /><a href="http://www.ziddu.com/download/6756176/FormPPhPasal15sesuaiPER53-PJ-2009.rar.html" target="_blank">SPT Masa PPh Ps 15</a> - versi Excel<br /><a href="http://www.ziddu.com/download/6756173/FormPPhPasal42sesuaiPER53-PJ-2009.rar.html" target="_blank">SPT Masa PPh Ps 4 ayat 2</a> - versi ExcelKonsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-18715213338661348822009-09-07T18:05:00.000-07:002009-09-07T18:15:54.067-07:00PPh Final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak real estat<div align="justify">SE- 80/PJ/2009</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">TENTANG</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify"><strong>PELAKSANAAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG USAHA POKOKNYA MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN</strong></div><div align="justify"><strong></strong> </div><div align="justify"></div><div align="justify">Sehubungan dengan pelaksanaan Pajak Penghasilan yang bersifat final (PPh Final) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP real estat), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">1. Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat dilakukan :</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">a. paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran,dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran ;</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">b. sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak .</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">2. Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang .</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">3. Dalam hal pembayaran atau angsuran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum 1 Januari 2009 dan penjualan atas pengalihan tersebut belum diakui sebagai penghasilan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tersebut sampai dengan 31 Desember 2008 maka PPh Final atas pembayaran atau angsuran tersebut harus dibayar sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang .</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">4. Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dapat dilakukan oleh cabang . Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh .</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">5. Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)IJoint Operation (JO) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">6. Dalam hal PPh Final sebagaimana dimaksud dalam butir 5 telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tersebut dipindahbukukan ke masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">7. Atas pelaksanaan aturan peralihan Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditegaskan hal-hal sebagai berikut :</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">a. Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final dapat diterbitkan kepada Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP Badan real estat) apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">1) pengalihan hak (penjualan) atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 2009 ;</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">2) penghasilan atas pengalihan hak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi ;</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">3) permohonan diajukan oleh WP Badan real estat yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan disertai lampiran berupa daftar tanah dan/atau bangunan sesuai format yang ditetapkan yang diisi dengan lengkap meliputi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli tanah dan/atau bangunan.</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">b. Sehubungan dengan nama dan NPWP pembeli yang tercantum dalam SKB sebagaimana dimakud pada huruf a, ditegaskan bahwa :</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">1) NPWP pembeli wajib dicantumkan dalam permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan perpajakan pembeli tersebut tidak wajib memiliki NPWP;</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">2) nama pembeli yang tercantum dalam permohonan SKB adalah pembeli yang tercantum dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) ;</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">3) dalam hal terjadi perubahan PPJB sehingga WP Badan real estat menerima atau memperoleh penghasilan dari perubahan PPJB tersebut, maka SKB hanya dapat diterbitkan apabila WP Badan real estat dapat membuktikan bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi .</div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-54040808442228936402009-09-01T20:25:00.000-07:002009-09-01T20:50:27.474-07:00Perhitungan PPh Badan Tahun 2009<div align="justify">Perhitungan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2009 Berdasarkan tarif PPh Pasal 17, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.</div><div align="justify"><br /><strong>Peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- </strong></div><div align="justify"><strong></strong></div><div align="justify"><strong></div></strong><div align="justify">Contoh : </div><div align="justify"></div><div align="justify">Peredaran bruto PT. “Taat Pajak” sebesar Rp 4.500.000.000,- dengan penghasilan kena pajak Rp. 675.000.000,- </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify">Memperoleh pengurang 50 % </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify">Pajak Penghasilan =<br />50% x 28% x 675.000.000 = Rp. 94.500.000,- </div><div align="justify"> </div><div align="justify"><strong>Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000.000,- </strong></div><div align="justify">Contoh : </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify">Peredaran bruto PT. “Taat Pajak” sebesar Rp 40.000.000.000,- dengan penghasilan kena pajak Rp. 6.000.000.000,- </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify">Penghasilan kena pajak yang memperoleh pengurang 50 % adalah :<br />=(4.800.000.000 : 40.000.000.000,-) x 6.000.000.000<br />= Rp. 720.000.000 </div><div align="justify">Yang tidak memperoleh pengurang adalah :<br />6.000.000.000-720.000.000 = Rp. 5.280.000.000,- </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify">Pajak Penghasilan =<br /></div><div align="justify">(50% x 28% x 720.000.000) + (28% x 5.280.000.000) = Rp. 1.579.200.000,- </div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify"><strong>Peredaran bruto lebih dari Rp. 50.000.000.000,- </strong></div><div align="justify"><strong></strong></div><div align="justify"><strong></div></strong><div align="justify">Contoh : </div><div align="justify">Peredaran bruto PT. “Taat Pajak” sebesar Rp 60.000.000.000,- dengan penghasilan kena pajak Rp. 9.000.000.000,- </div><div align="justify">Pajak Penghasilan =<br />28% x 9.000.000.000 = Rp. 2.520.000.000,- </div><div align="justify"><br /><strong>Wajib Pajak dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka</strong> yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor di perdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah. </div><div align="justify"><br />Contoh : </div><div align="justify"><br />Laba kena pajak Rp. 9.000.000.000,- </div><div align="justify"><br />Pajak Penghasilan =<br />(28%-5%) x 9.000.000.000 = Rp. 2.070.000.000,- </div>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-72752009929538336942009-08-03T17:41:00.002-07:002009-08-27T01:16:37.940-07:00Surat Tagihan Pajak (STP)<div align="justify"><a name="2"></a>Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sangsi administrasi berupa denda, dan atau bunga</div><div align="justify"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">Fungsi Surat Tagihan Pajak: </div><ol><li><div align="justify">sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak; </div></li><li><div align="justify">sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda; </div></li><li><div align="justify">sarana untuk menagih pajak.</div></li></ol><p align="justify">Sebab diterbitkannya STP:</p><ol><li><div align="justify">Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;</div></li><li><div align="justify">berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;</div></li><li><div align="justify">Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga; </div></li><li><div align="justify">Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu</div></li><li><div align="justify">Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap</div></li><li><div align="justify">PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak</div></li><li><div align="justify">PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan</div></li></ol><p align="justify">Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak: </p><ol><li><div align="justify">denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh dan ; </div></li><li><div align="justify">denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.<a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2008/08/pelaporan-spt.html" target="_blank"> </a></div></li><li><div align="justify">denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak; </div></li><li><div align="justify">bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar; </div></li><li><div align="justify">bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya </div></li></ol>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8142465981923418108.post-27002604174380062232009-07-08T21:12:00.000-07:002009-07-08T21:27:09.687-07:00PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BUKAN PEGAWAI<div align="justify">Definisi Bukan Pegawai</div><div align="justify"></div><div align="justify">Bukan pegawai merupakan penerima penghasilan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :</div><ol><li><div align="justify">tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;</div></li><li><div align="justify">pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;</div></li><li><div align="justify">olahragawan</div></li><li><div align="justify">penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;</div></li><li><div align="justify">pengarang, peneliti, dan penerjemah;</div></li><li><div align="justify">pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;</div></li><li><div align="justify">agen iklan;</div></li><li><div align="justify">pengawas atau pengelola proyek;</div></li><li><div align="justify">pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;</div></li><li><div align="justify">petugas penjaja barang dagangan;</div></li><li><div align="justify">petugas dinas luar asuransi;</div></li><li><div align="justify">distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;</div></li></ol><p align="justify">Jenis Penghasilan Yang Diterima Bukan Pegawai</p><p align="justify">Antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dengan bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.</p><p align="justify">Dasar Pengenaan PPh Pasal 21</p><p align="justify">Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 atas bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 selain tenaga ahli , dapat berupa Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP), atau Jumlah Penghasilan Bruto:</p><p align="justify">• Penghasilan Kena Pajak</p><p align="justify">Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi bukan pegawai selain <a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/06/penghitungan-pph-pasal-21-tahun-2009.html" target="_blank">tenaga ahli </a>yaitu:</p><ol><li><div align="justify">pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;</div></li><li><div align="justify">olahragawan</div></li><li><div align="justify">penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;</div></li><li><div align="justify">pengarang, peneliti, dan penerjemah;</div></li><li><div align="justify">pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;</div></li><li><div align="justify">agen iklan;</div></li><li><div align="justify">pengawas atau pengelola proyek;</div></li><li><div align="justify">pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;</div></li><li><div align="justify">petugas penjaja barang dagangan;</div></li><li><div align="justify">petugas dinas luar asuransi;</div></li><li><div align="justify">distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. </div></li></ol><p align="justify">Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak Bukan Pegawai adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP yang dihitung secara bulanan</p><p align="justify">Penerima penghasilan bukan pegawai tersebut dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.</p><p align="justify">• Jumlah penghasilan bruto </p><p align="justify">Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berupa Jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai, yaitu :</p><ol><li><div align="justify"><a href="http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/06/penghitungan-pph-pasal-21-tahun-2009.html" target="_blank">tenaga ahli</a> yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;</div></li><li><div align="justify">pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;</div></li><li><div align="justify">olahragawan</div></li><li><div align="justify">penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;</div></li><li><div align="justify">pengarang, peneliti, dan penerjemah;</div></li><li><div align="justify">pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;</div></li><li><div align="justify">agen iklan;</div></li><li><div align="justify">pengawas atau pengelola proyek;</div></li><li><div align="justify">pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;</div></li><li><div align="justify">petugas penjaja barang dagangan;</div></li><li><div align="justify">petugas dinas luar asuransi;</div></li><li><div align="justify">distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;yang tidak bersifat berkesinambungan, </div></li></ol><p align="justify">atau</p><p align="justify">menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan tetapi tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009 yaitu :</p><p align="justify">“Penerima penghasilan bukan pegawai tersebut dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya”</p><p align="justify">Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai</p><ul><li><div align="justify">Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari Jumlah Kumulatif dari Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009 yaitu :“Penerima penghasilan bukan pegawai tersebut dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya”</div></li><li><div align="justify">Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan</div></li><li><div align="justify">Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari atas Jumlah Kumulatif dari Penghasilan Kena Pajak yang diterima atau diperoleh bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya (memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009)</div></li></ul><p align="justify">*) Jumlah Kumulatif :Dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya</p><p align="justify">Pengertian Berkesinambungan :</p><p align="justify">Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan </p><p align="justify">oleh : Seputar pelayanan pajak<br /></p>Konsultasi Pajak Gratishttp://www.blogger.com/profile/01475805454055547355noreply@blogger.com0