Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menaikkan
batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP) atau menjadi wajib PPN menjadi Rp4,8 miliar per tahun
dari sebelumnya Rp600 juta per tahun.
Perubahan ini tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 197/PMK.03/2013 yang
ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku efektif sejak 1
Januari 2014.
Sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3A
UU PPN, pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.
"Dengan
adanya PMK ini, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp4,8
miliar setahun dan memilih menjadi non-PKP, tidak diwajibkan menjadi PKP
dan menjalankan kewajiban perpajakan yang melekat," kata Kepala Seksi
Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi dalam keterangan
tertulisnya, Jakarta, Jumat (3/1/2013).
Chandra menambahkan,
Peraturan Menteri Keuangan ini diterbitkan dengan maksud untuk mendorong
Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun lebih
banyak berpartisipasi menggunakan Skema Pajak Penghasilan (PPh) Final
menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang telah
berjalan sejak Juli 2013 lalu karena tidak khawatir lagi dengan efek
perpajakan PPN-nya.
Dengan naiknya batasan omzet ini, maka bagi
PKP dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dan memilih untuk menjadi
non-PKP, tidak diwajibkan lagi untuk membuat Faktur Pajak dan tidak
perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN sehingga biaya
kepatuhan perpajakan (cost of compliance) menjadi lebih rendah.
Kendati
demikian, secara umum, dengan adanya aturan ini akan memudahkan Wajib
Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. "Dengan adanya
kemudahan ini ditambah kemudahan lain yang telah ada, maka Wajib Pajak
akan menjadi lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya."
Sumber : http://economy.okezone.com
Kapur Sirih
Kami hadir untuk membantu para pengusaha memahami Pajak dan akuntansi untuk meningkatkan kinerja usahanya dan kesejahteraan pekerja dimasa datang. Disitus ini, kami akan coba memberikan informasi tentang pajak dan akuntansi yang bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan anda dan kami juga melayani konsultasi gratis lewat chatting maupun email ke talk.joko@gmail.com.
Bagi anda yang terlalu sibuk mengurusi bisnis, anda juga dapat menyerahkan pekerjaan-pekerjaan di bidang pajak dan akuntansi kepada kami dengan harga yang terjangkau (sesusai kemampuan perusahaan anda). Pada prinsipnya kami hadir untuk saling membantu dan berbagi pengetahuan.
Kolom Pajak
Dirjen Pajak Naikkan Batas Omzet UKM Kena Pajak
Diposting oleh Konsultasi Pajak Gratis di 01.13 0 komentar
Label: Pajak Badan
Sumbangan yang bisa mengurangi Pajak
PP Nomor 60 Tahun 2010
Pasal 1
(1) Zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi: a. zakat
atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama
Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk
agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah; atau b.sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam,
yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah.
Zakat atau sumbangan keagamaan dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto. Dengan kata lain, sebelum penghasilan dikenakan PTKP
maka bisa dikurangi dengan zakat atau sumbangan keagamaan
terlebih dahulu, jadi nanti yang dikenakan tarif pajakpun ikut turun jumlahnya.
Jika bingung silahkan lihat SPT Tahunan PPh OP 1770/1770S di halaman induk/depan
berikut ini :
Dari hitungan di atas jelaslah, bahwa zakat bisa mengurangi penghasilan kena
pajak sebelum dikalikan dengan tarif pajak penghasilan.
Sekarang bagaimana kalau
ada diantara pembaca yang sangat dermawan sehingga berulang kali menyumbang
hartanya ke lembaga yang hampir mencapai 25% dari total hartanya, apakah semua
sumbangan bisa diakui sebagai pengurang penghasilan? Jawabannya adalah hanya
2.5% dari keseluruhan bruto. Misalkan pembaca menyumbang Rp.10.000.000 dan ada
bukti dokumennya semua, tetapi hanya boleh dimasukkan 2.5% nya saja dari nilai
tersebut atau hanya Rp.2.500.000 sebagai isian di SPT.
Kemudian pertanyaan berikutnya, apakah semua jenis sumbangan agama bisa
dikurangkan di SPT? jawabannya adalah tidak, di UU Nomor 17 Tahun 2000, untuk
Indonesia sumbangan keagamaan yang diakui sebagai pengurang hanyalah zakat
penghasilan (di islam dikenal sebagai zakat maal yang memang besarnya 2.5% dari
harta).
Pertanyaan terakhir, dimana bisa membayar zakat penghasilan/sumbangan
agar bisa diakui dalam SPT? Pembaca bisa lihat di PER-33/PJ/2011 yang mengatur
lebih lanjut bahwa zakat atau sumbangan hanya bisa mengurangi penghasilan bruto
bila dibayarkan melalui lembaga/badan berikut yang telah disahkan pemerintah
melalui Menteri Keuangan, diantaranya :
- Badan Amil Zakat Nasional
- LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
- LAZ Dompet Dhuafa Republika
- LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
- LAZ Yayasan Amanah Takaful
- LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil
- LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
- LAZ Baituzzakah Pertamina
- LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
- LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
- LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
- LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
- LAZ Baitul Maal Hidayatullah
- LAZIS Muhammadiyah
- LAZ Persatuan Islam
- LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
- LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
- LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
- LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
- Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
Diposting oleh Konsultasi Pajak Gratis di 18.34 0 komentar
Label: Pajak Pribadi
Subscribe to:
Postingan (Atom)